Rabu, 26 Desember 2012

Kegawat Daruratan Obstetri Pada Ibu Hamil

Disini, adakan dibahas kegawat daruratan yang mungkin terjadi pada ibu hamil, tanda dan gejala, komplikasinya, data fokus untuk setiap patologis agar mudah mengingatnya serta pengobatan, penyulit yang mungkin terjadi.. yang pertama yang akan dibahas yaitu Abostus atau sering dikenal dengan keguguran.

Abortus atau keguguran adalah pengeluaran hasil konsepsi atau berakhirnya kehamilan sebelum janin dapat hidup di dunia luar (viable), tanpa mempersoalkan penyebabnya dengan berat badan < 500 gram atau umur kehamilannya < 20 minggu  (5 bulan).


Sedangkan ada buku yang mengatakan bahwa abortus terjadi pada usia kehamilan < 22minggu.
Abortus dapat terjadi karena beberapa sebab, yaitu :
·         Kelainan pertumbuhan hasil konsepsi, biasanya menyebabkan abortus pada kehamilan sebelum 8 minggu. Factor yang menyebabkan kelainan ini ialah :
a.       Kelainan kromosom, terutama trisomi autosom dan monosomi X;
b.      Lingkungan sekitar tempat implantasi kurang sempurna
c.       Pengaruh teratogen akibat radiasi, virus, obat – obatan, tembakau, dan alcohol.
d.      Uterus berkembang terlalu cepat teregang (kehamilan ganda dan mola)
e.      Distorsi uterus misalnya karena terdorong oleh tumor pelvis.
·         Kelainan pada plasenta (atau ari – ari) misalnya endarteritis vili korialis karena hipertensi menahun.
·         Factor maternal (ibu), seperti pneumonia, tifus, anemia berat, malnutrisi, Diabetes Melitus keracunan, dan toksoplasma.
·         Kelainan traktus genitalia, seperti inkompensasi serviks (untuk abortus pada trimester kedua 4 – 6 bulan kehamilan), retroversi uteri, mioma uteri, dan kelainan bawaan uterus.
·         Factor dari bapak : umur lanjut, penyakit kronis  seperti TBC,anemi, dekompensasi kortis, mal nutrisi, nefritis, sifilis, keracunan (missal alcohol,nicotin), sinar rontgen, avitaminosis

Menurut gambaran klinis, ada 8 jenis abortus yaitu :
a)      Abortus Iminens (mengancam)
Abortus ini mengancam dan masih ada harapan untuk mempertahankannya.  Tidak butuh pengobatan medis hanya butuh tirah baring secara total. Tidak dianjurkan untuk melakukan aktivitas fisik secara berlebihan atau melakukan hubungan seksual.
Ditandai dengan tidak haid / menstruasi < 20 minggu, mengeluarkan bercak darah dari jalan lahir, servik tertutup, rahim sesuai umur kehamilan, ada kram perut bagian bawah. Apabila bercak darah berhenti lakukan pemeriksaan kehamilan seperti biasa, apabila perdarahan terus berlangsung : nilai kondisi janin (PP test atau USG), cari kemungkinan penyebab lain seperti kehamilan ganda (gemelli) atau mola.

b)      Abortus insipiens (sedang terjadi)
Abortus ini sedang berlangsung dan tidak dapat dicegah lagi. Ostium terlah terbuka, teraba ketuban dan berlangsung hanya beberapa jam saja, uterus sesuai dengan umur kehamilan. Abortus insipiens didiagnosa apabila pada wanita hamil ditemukan perdarahan banyak, kadang – kadang keluar gumpalan darah yang disertai nyeri karena kontraksi rahim yang kuat dan ditemukan adanya dilatasi servik sehingga jari pemeriksa dapat masuk dan ketuban dapat teraba.
Bila usia kehamilan < 16 minggu evakuasi dilakukan dengan peralatan Aspirasi Vakum Manual (AVM) setelah bagian – bagian janin dikeluarkan. Bila usia kehamilan > 16 minggu lakukan dengan Dilatasi dan Kuretase (D&K).

c)       Abortus incompletes (keguguran tidak lengkap)
Abortus  inkomplet didiagnosa apabila sebagian dari hasil konsepsi telah lahir atau teraba pada vagina, tetapi sebagian tertinggal (biasanya jaringan plasenta) masih tertinggal di dalam rahim. Perdarahan terus berlangsung, banyak, dan membahayakan ibu. Servik sering tetap terbuka karena masih ada benda di dalam rahim yang dianggap sebagai benda asing (corpus alienum). Oleh karena itu, uterus akan berusaha mengeluarkannya dengan mengadakan kontraksi sehingga ibu merasakan nyeri.
Pasien dapat jatuh dalam keadaan anemia atau syok hemoragik sebelum sisa jaringan konsepsi dikeluarkan. Pengelolaan pasien harus diawali dengan perhatian terhadap keadaan umum dan mengatasi gangguan hemodinamik yang terjadi untuk kemudian disiapkan tindakan kuretase. Pemeriksaan USG hanya dilakukan apabila kita ragu dengan dagnosa klinis. Uterus sudah lebih kecil dari umur kehamilan dan uterus sudah sulit dikenali, di kavum uteri tampak massa hiperekoik yang bentuknya tidak beraturan. Bila terjadi peradahan hebat, segera lakukan pengeluaran sisa hasil konsepsi secara manual agar jaringan yang mengganjal terjadinya kontraksi uterus segera keluar, kontraksi dapat berlangsung baik dan perdarahan bisa berhenti.

d)      Abortus completes (keguguran lengkap)
Seluruh hasil konsepsi telah keluar dari kavum uteri pada usia kehamilan < 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram. Ostium tertutup, uterus telah mengecil, perdaharan sedikit, besar uterus tidak sesuai dengan usia kehamilan, tidak ada nyeri perut bagian bawah. Pemeriksaan USG tidak diperlukan bila pemeriksaan secara klinis sudah memadai. Pemeriksaan  urine biasanya masih positif sampai 7 – 10 hari setelah abortus.
Pengelolaan penderita tidak memerlukan tindakan khusus ataupun pengobatan. Biasanya hanya diberi riboransia atau hematenik bila keadaan pasien memerlukan. Uterotonika tidak perlu diberikan.

e)      Missed abortion
Abortus yang ditandai dengan embrio atau fetus telah meninggal dalam kandungan sebelum kehamilan 20 minggu dan hasil konsepsi seluruhnya masih tertahan dalam kandungan selama 2 bulan atau lebih. Penderita missed abortion biasanya tidak merasakan keluhan apapun kecuali merasakan perkembangan kehamilannya tidak seperti yag diharapkan. Pada usia 14 – 20 minggu penderita justru merasakan rahimnya semakin mengecil dengan tanda – tanda sekunder pada payudara mulai menghilang.
Kadang kala missed abortion diawali dnegan abortus imminens yang kemudian merasa sembuh, tetapi pertumbuhan janin terhenti. Pada pemeriksaan test urine kehamilan biasanya negative setelah satu minggu dari terhentinya pertumbuhan kehamilan. Pada pemeriksaan USG didapatkan uterus mengecil, kantong gestasi yang mengecil dan bentuknya tidak beraturan disertai gambaran fetus yang tidak ada tanda – tanda kehidupan.
Bila missed abortion lebih dari 4 minggu kemungkinan terjadi hipofibrinogenemia, sehingga perlu diperiksa koagulasi sebelum tindakan evakuasi dan kuretase. Kemungkinan penyulit pada tindakan missed abortion ini lebih besar mengingat jaringan plasenta yang menempel pada dinding uterus biasanya sudah lebih kuat.

f)       Abortus Habitualis (kehamilan berulang – ulang)
Abortus spontan yang terjadi 3 kali atau lebih berturut – turut. Penderita pada umumnya tidak sulit untuk hamil kembali tetapi kehamilannya berakhir dengan keguguran / abortus secara berturut – turut. Penyebab abortus habitualis selain factor anatomis yang mengaitkan dengan reaksi imunologik yaitu kegagalam rekasi terhadap antigen lymphocyte trophoblast cross reactive (TLX). Bila reaksi terhadap antigen ini rendah atau tidak ada, maka akan terjadi abortus. Kelainan ini dapat diobati dengan transfuse leukosit atau heparinisasi. Dekade terakhir menyebutkan perlunya mencari penyebab abortus sehingga dapat diobati sesuai dengan penyebabnya.
Salah satu penyebab yang sering dijumpai ialah inkompetensia serviks yaitu keadaan dimana serviks uterus tidak dapat menerima beban untuk tetap bertahan menutup setelah kehamilan melewati trimester pertama, dimana ostium serviks akan membuka tanpa disertai rasa mules / kontraksi rahim dan akhirnya terjadi pengeluaran janin. Kelainan ini sering disebabkan oleh trauma serviks pada kehamilan sebelumnya, misalnya pada tindakan usaha pembukaan serviks yang terlalu berlebihan, robekan serviks yang luas sehingga diameter kanalis servikalis sudah melebar.
Diagnosa inkompetensia serviks tidak sulit dengan anamnesis yang cermat. Dengan pemeriksaan inspekulo  kita dapat menilai diameter kanalis servikalis dan didapati selaput ketuban yang mulai menonjol pada saat mulai memasuki trimester kedua. Diameter ini melebihi 8 mm. Penanganan inkompetensia servik diharapkan periksa kehamilan seawal mungkin sehingga apabila dicurigai adanya inkompetensia servik harus dilakukan fiksasi agar servik dapat menerima beban dengan berkembangnya umur kehamilan. Operasi dilakukan pada umur kehamilan 12 – 14 minggu denga cara SHIRODKAR atau McDONALD dengan melingkari kanalis servikalis dengan benang  sutera / MERSILENE yang tebal dan simpul baru dibuka setelah umur kehamilan aterm dan bayi siap dilahirkan.
g)      Abortus Infeksiosus, Abortus Septik
Abortus infeksiosus ialah abortus yang disertai infeksi pada alat genetalia. Abortus septic ialah yang disertai penyebaran infeksi pada peredaran darah tubuh atau peritoneum (septicemia atau peritonitis). Kejadian ini merupakan salah satu komplikasi tindakan abortus yang paling sering terjadi apalagi bila dilakukan kurang memperhatikan asepsis dan antisepsis.  
Penderita perlu segera mendapatkan pengelolaan yang adekuat karena dapat terjadi infeksi yang lebih luas hingga seluruh tubuh (sepses, septicemia) dan dapat jatuh dalam syok sepsis. Gejala dan tandanya yaitu panas yang tinggi, tampak sakit dan lelah, takikardia, perdarahan pervaginam yang berbau, uterus yang melebar dan melembut, serta nyeri tekan. Pada laboraturium didapatkan infeksi dengan leukositosis. Bila sampai terjadi sepsis dan syok, penderita akan tampak lelah, panas tinggi, dan tekanan darah menurun.
Penanganan  harus mempertimbangkan keseimbangan cairan tubuh dan perlunya memberikan antibiotic yang adekuat sesuai dengan hasil kultur dan sensitivitas kuman yang diambil dari darah dan cairan fluksus / flour yang keluar pervaginam. Untuk tahap pertama berikan penisilin 4 x 1,2 juta unit atau Ampisilin 4 x 1gram fitambah gentamisin 2 x 80grm dan metronidasol 2 x 1gram. Selanjutnya antibiotic sesuai hasil kultur.

h)      Kehamilan Anembrionik (blighted ovum)
Kehamilan anembrionik ialah kehamilan patologi dimana janin tidak terbentuk sejak awal walaupun kantong gestasi tetap terbentuk. Kelainan ini baru ditemukan setelah berkembangnya alat ultrasonografi. Bila tidak dilakukan penanganan, uterus akan tetap berkembang walaupun tidak ada janin didalamnya. Biasanya sampai 14 – 16 minggu akan terjadi abortus spontan. Sebelum alat USG ditemukan, kehamilan ini dianggap sebagai abortus biasa. Diagosis kehamilan anembrionik ditegakkan pada usia kehamilan 7 – 8 minggi bila pemeriksaan USG didapatkan kantong gestasi tidak berkembang atau diametes 2.5 cm yang tidak disertai adanya gambaran janin. Apabila didapatkan USG seperti ini, evaluasi 2 minggu kemudian. Bila tetap dijumpai struktur janin atau kantong gentasi sudah mencapai 25 mm maka dapat dinyatakan sebagai kehamilan anembrionik. Penanganan dilakukan dengan dilatasi dan kuretase efektif.

Sumber :
Ø  Prawirohardjo, Sarwono. 2009. Ilmu Kebidanan Cetakan Kedua Edisi Keempat. Jakarta : PT BINA PUSTAKA SARONO PRAWORIHARDJO
Ø  Feryanto, Achmad dan Fadlun. 2011. Asuhan Kebidanan Patologis. Jakarta : Salemba Medika.
Ø  Buku Acuan Nasional PELAYANAN KESEHATAN MATERNAL DAN NEONATAL

Kamis, 13 Desember 2012

peraturan SIB, BPM, bidan terbaru


PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 1464/MENKES/PER/X/2010
TENTANG
IZIN DAN PENYELENGGARAAN PRAKTIK BIDAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang:a.bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 23 ayat (5)
  Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan perlu mengatur Izin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan;
b.bahwa dalam rangka menyelaraskan kewenangan bidan dengan tugas pemerintah untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan yang merata, perlu merevisi Peraturan Menteri Kesehatan Nomor HK.02.02/Menkes/149/I/2010 tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan;
c.bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan kembali Peraturan Menteri Kesehatan tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan;

Mengingat:1.Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4431);
2.Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambaran Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
3.Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063);
4.Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5072);
5.Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3637);
6.Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737);
7.Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1575/Menkes/Per/XI/2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Kesehatan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 439/Menkes/Per/VI/2009 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1575/Menkes/Per/XI/2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Kesehatan;
8.Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 369/Menkes/SK/III/2007 tentang Standar Profesi Bidan;
9.Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 938/Menkes/SK/VIII/2007 tentang Standar Asuhan Kebidanan;
10.Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 161/Menkes/Per/I/2010 tentang Registrasi Tenaga Kesehatan;

MEMUTUSKAN:

Menetapkan:PERATURAN MENTERI KESEHATAN TENTANG IZIN DAN PENYELENGGARAAN PRAKTIK BIDAN.

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan:
1.Bidan adalah seorang perempuan yang lulus dari pendidikan bidan yang telah teregistrasi sesuai ketentuan peraturan perundangan-undangan.
2.Fasilitas pelayanan kesehatan adalah tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan baik promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif, yang dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah daerah dan/atau masyarakat.
3.Surat Tanda Registrasi, selanjutnya disingkat STR adalah bukti tertulis yang diberikan oleh pemerintah kepada tenaga kesehatan yang diregistrasi setelah memiliki sertifikat kompetensi.
4.Surat Izin Kerja Bidan, selanjutnya disingkat SIKB adalah bukti tertulis yang diberikan kepada Bidan yang sudah memenuhi persyaratan untuk bekerja di fasilitas pelayanan kesehatan.
5.Surat Izin Praktik Bidan, selanjutnya disingkat SIPB adalah bukti tertulis yang diberikan kepada Bidan yang sudah memenuhi persyaratan untuk menjalankan praktik bidan mandiri.
6.Standar adalah pedoman yang harus dipergunakan sebagai petunjuk dalam menjalankan profesi yang meliputi standar pelayanan, standar profesi, dan standar operasional prosedur.
7.Praktik mandiri adalah praktik bidan swasta perorangan.
8.Organisasi profesi adalah Ikatan Bidan Indonesia (IBI).
BAB II
PERIZINAN

Pasal 2
(1)Bidan dapat menjalankan praktik mandiri dan/atau bekerja di fasilitas pelayanan kesehatan.
(2)Bidan yang menjalankan praktik mandiri harus berpendidikan minimal Diploma III (D III) Kebidanan.

Pasal 3
(1)Setiap bidan yang bekerja di fasilitas pelayanan kesehatan wajib memiliki SIKB.
(2)Setiap bidan yang menjalankan praktik mandiri wajib memiliki SIPB.
(3)SIKB atau SIPB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) berlaku untuk 1 (satu) tempat.

Pasal 4
(1)Untuk memperoleh SIKB/SIPB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, Bidan harus mengajukan permohonan kepada pemerintah daerah kabupaten/kota dengan melampirkan:
a.fotocopy STR yang masih berlaku dan dilegalisasi;
b.surat keterangan sehat fisik dari dokter yang memiliki Surat Izin Praktik;
c.surat pernyataan memiliki tempat kerja di fasilitas pelayanan kesehatan atau tempat praktik;
d.pas foto berwarna terbaru ukuran 4X6 cm sebanyak 3 (tiga) lembar;
e.rekomendasi dari kepala dinas kesehatan kabupaten/kota atau pejabat yang ditunjuk; dan
f.rekomendasi dari organisasi profesi.
(2)Kewajiban memiliki STR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3)Apabila belum terbentuk Majelis Tenaga Kesehatan Indonesia (MTKI), Majelis Tenaga Kesehatan Provinsi (MTKP) dan/atau proses STR belum dapat dilaksanakan, maka Surat Izin Bidan ditetapkan berlaku sebagai STR.
(4)Contoh surat permohonan memperoleh SIKB/SIPB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalamFormulir I terlampir.
(5)Contoh SIKB sebagaimana tercantum dalam Formulir II terlampir.
(6)Contoh SIPB sebagaimana tercantum dalam Formulir III terlampir.

Pasal 5
(1)SIKB/SIPB dikeluarkan oleh pemerintah daerah kabupaten/kota.
(2)Dalam hal SIKB/SIPB dikeluarkan oleh dinas kesehatan kabupaten/kota maka persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf e tidak diperlukan.
(3)Permohonan SIKB/SIPB yang disetujui atau ditolak harus disampaikan oleh pemerintah daerah kabupaten/kota atau dinas kesehatan kabupaten/kota kepada pemohon dalam waktu selambat-lambatnya 1 (satu) bulan sejak tanggal permohonan diterima.

Pasal 6
Bidan hanya dapat menjalankan praktik dan/atau kerja paling banyak di 1 (satu) tempat kerja dan 1 (satu) tempat praktik.
Pasal 7
(1)SIKB/SIPB berlaku selama STR masih berlaku dan dapat diperbaharui kembali jika habis masa berlakunya.
(2)Pembaharuan SIKB/SIPB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan kepada pemerintah daerah kabupaten/kota setempat dengan melampirkan:
a.fotokopi SIKB/SIPB yang lama;
b.fotokopi STR;
c.surat keterangan sehat fisik dari dokter yang memiliki Surat Izin Praktik;
d.pas foto berwarna terbaru ukuran 4X6 cm sebanyak 3 (tiga) lembar;
e.rekomendasi dari kepala dinas kesehatan kabupaten/kota atau pejabat yang ditunjuk sesuai ketentuan Pasal 4 ayat (1) huruf e; dan
f.rekomendasi dari organisasi profesi.

Pasal 8
SIKB/SIPB dinyatakan tidak berlaku karena:
a.tempat kerja/praktik tidak sesuai lagi dengan SIKB/SIPB.
b.masa berlakunya habis dan tidak diperpanjang.
c.dicabut oleh pejabat yang berwenang memberikan izin.
BAB III
PENYELENGGARAAN PRAKTIK

Pasal 9
Bidan dalam menjalankan praktik, berwenang untuk memberikan pelayanan yang meliputi:
a.pelayanan kesehatan ibu;
b.pelayanan kesehatan anak; dan
c.pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana.
Pasal 10
(1)Pelayanan kesehatan ibu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf a diberikan pada masa pra hamil, kehamilan, masa persalinan, masa nifas, masa menyusui dan masa antara dua kehamilan.
(2)Pelayanan kesehatan ibu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a.pelayanan konseling pada masa pra hamil;
b.pelayanan antenatal pada kehamilan normal;
c.pelayanan persalinan normal;
d.pelayanan ibu nifas normal;
e.pelayanan ibu menyusui; dan
f.pelayanan konseling pada masa antara dua kehamilan.
(3)Bidan dalam memberikan pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berwenang untuk:
a.episiotomi;
b.penjahitan luka jalan lahir tingkat I dan II;
c.penanganan kegawat-daruratan, dilanjutkan dengan perujukan;
d.pemberian tablet Fe pada ibu hamil;
e.pemberian vitamin A dosis tinggi pada ibu nifas;
f.fasilitasi/bimbingan inisiasi menyusu dini dan promosi air susu ibu eksklusif;
g.pemberian uterotonika pada manajemen aktif kala tiga dan postpartum;
h.penyuluhan dan konseling;
i.bimbingan pada kelompok ibu hamil;
j.pemberian surat keterangan kematian; dan
k.pemberian surat keterangan cuti bersalin.

Pasal 11
(1)Pelayanan kesehatan anak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf b diberikan pada bayi baru lahir, bayi, anak balita, dan anak pra sekolah.
(2)Bidan dalam memberikan pelayanan kesehatan anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang untuk:
a.melakukan asuhan bayi baru lahir normal termasuk resusitasi, pencegahan hipotermi, inisiasi menyusu dini, injeksi Vitamin K 1, perawatan bayi baru lahir pada masa neonatal (0 - 28 hari), dan perawatan tali pusat;
b.penanganan hipotermi pada bayi baru lahir dan segera merujuk;
c.penanganan kegawat-daruratan, dilanjutkan dengan perujukan;
d.pemberian imunisasi rutin sesuai program pemerintah;
e.pemantauan tumbuh kembang bayi, anak balita dan anak pra sekolah;
f.pemberian konseling dan penyuluhan;
g.pemberian surat keterangan kelahiran; dan
h.pemberian surat keterangan kematian.

Pasal 12
Bidan dalam memberikan pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf c, berwenang untuk:
a.memberikan penyuluhan dan konseling kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana; dan
b.memberikan alat kontrasepsi oral dan kondom.
Pasal 13
(1)Selain kewenangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, Pasal 11, dan Pasal 12 Bidan yang menjalankan program Pemerintah berwenang melakukan pelayanan kesehatan meliputi:
a.pemberian alat kontrasepsi suntikan, alat kontrasepsi dalam rahim, dan memberikan pelayanan alat kontrasepsi bawah kulit;
b.asuhan antenatal terintegrasi dengan intervensi khusus penyakit kronis tertentu dilakukan di bawah supervisi dokter;
c.penanganan bayi dan anak balita sakit sesuai pedoman yang ditetapkan;
d.melakukan pembinaan peran serta masyarakat di bidang kesehatan ibu dan anak, anak usia sekolah dan remaja, dan penyehatan lingkungan;
e.pemantauan tumbuh kembang bayi, anak balita, anak pra sekolah dan anak sekolah;
f.melaksanakan pelayanan kebidanan komunitas;
g.melaksanakan deteksi dini, merujuk dan memberikan penyuluhan terhadap Infeksi Menular Seksual (IMS) termasuk pemberian kondom, dan penyakit lainnya;
h.pencegahan penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya (NAPZA) melalui informasi dan edukasi; dan
i.pelayanan kesehatan lain yang merupakan program Pemerintah.
(2)Pelayanan alat kontrasepsi bawah kulit, asuhan antenatal terintegrasi, penanganan bayi dan anak balita sakit, dan pelaksanaan deteksi dini, merujuk, dan memberikan penyuluhan terhadap Infeksi Menular Seksual (IMS) dan penyakit lainnya, serta pencegahan penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya (NAPZA) hanya dapat dilakukan oleh bidan yang dilatih untuk itu.

Pasal 14
(1)Bagi bidan yang menjalankan praktik di daerah yang tidak memiliki dokter, dapat melakukan pelayanan kesehatan di luar kewenangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9.
(2)Daerah yang tidak memiliki dokter sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah kecamatan atau kelurahan/desa yang ditetapkan oleh kepala dinas kesehatan kabupaten/kota.
(3)Dalam hal daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) telah terdapat dokter, kewenangan bidan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku.

Pasal 15
(1)Pemerintah daerah provinsi/kabupaten/kota menugaskan bidan praktik mandiri tertentu untuk melaksanakan program Pemerintah.
(2)Bidan praktik mandiri yang ditugaskan sebagai pelaksana program pemerintah berhak atas pelatihan dan pembinaan dari pemerintah daerah provinsi/kabupaten/kota.

Pasal 16
(1)Pada daerah yang belum memiliki dokter, Pemerintah dan pemerintah daerah harus menempatkan bidan dengan pendidikan minimal Diploma III Kebidanan.
(2)Apabila tidak terdapat tenaga bidan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah dan pemerintah daerah dapat menempatkan bidan yang telah mengikuti pelatihan.
(3)Pemerintah daerah provinsi/kabupaten/kota bertanggung jawab menyelenggarakan pelatihan bagi bidan yang memberikan pelayanan di daerah yang tidak memiliki dokter.

Pasal 17
(1)Bidan dalam menjalankan praktik mandiri harus memenuhi persyaratan meliputi:
a.memiliki tempat praktik, ruangan praktik dan peralatan untuk tindakan asuhan kebidanan, serta peralatan untuk menunjang pelayanan kesehatan bayi, anak balita dan prasekolah yang memenuhi persyaratan lingkungan sehat;
b.menyediakan maksimal 2 (dua) tempat tidur untuk persalinan; dan
c.memiliki sarana, peralatan dan obat sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
(2)Ketentuan persyaratan tempat praktik dan peralatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalamLampiran Peraturan ini.

Pasal 18
(1)Dalam melaksanakan praktik/kerja, bidan berkewajiban untuk:
a.menghormati hak pasien;
b.memberikan informasi tentang masalah kesehatan pasien dan pelayanan yang dibutuhkan;
c.merujuk kasus yang bukan kewenangannya atau tidak dapat ditangani dengan tepat waktu;
d.meminta persetujuan tindakan yang akan dilakukan;
e.menyimpan rahasia pasien sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan;
f.melakukan pencatatan asuhan kebidanan dan pelayanan lainnya secara sistematis;
g.mematuhi standar; dan
h.melakukan pencatatan dan pelaporan penyelenggaraan praktik kebidanan termasuk pelaporan kelahiran dan kematian.
(2)Bidan dalam menjalankan praktik/kerja senantiasa meningkatkan mutu pelayanan profesinya, dengan mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi melalui pendidikan dan pelatihan sesuai dengan bidang tugasnya.
(3)Bidan dalam menjalankan praktik kebidanan harus membantu program pemerintah dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.

Pasal 19
Dalam melaksanakan praktik/kerja, bidan mempunyai hak:
a.memperoleh perlindungan hukum dalam melaksanakan praktik/kerja sepanjang sesuai dengan standar;
b.memperoleh informasi yang lengkap dan benar dari pasien dan/atau keluarganya;
c.melaksanakan tugas sesuai dengan kewenangan dan standar; dan
d.menerima imbalan jasa profesi.
BAB IV
PENCATATAN DAN PELAPORAN

Pasal 20
(1)Dalam melakukan tugasnya bidan wajib melakukan pencatatan dan pelaporan sesuai dengan pelayanan yang diberikan.
(2)Pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditujukan ke Puskesmas wilayah tempat praktik.
(3)Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) untuk bidan yang bekerja di fasilitas pelayanan kesehatan.

BAB V
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN

Pasal 21
(1)Menteri, Pemerintah Daerah Provinsi, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota melakukan pembinaan dan pengawasan dengan mengikutsertakan Majelis Tenaga Kesehatan Indonesia, Majelis Tenaga Kesehatan Provinsi, organisasi profesi dan asosiasi institusi pendidikan yang bersangkutan.
(2)Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diarahkan untuk meningkatkan mutu pelayanan, keselamatan pasien dan melindungi masyarakat terhadap segala kemungkinan yang dapat menimbulkan bahaya bagi kesehatan.
(3)Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota harus melaksanakan pembinaan dan pengawasan penyelengaraan praktik bidan.
(4)Dalam pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota harus membuat pemetaan tenaga bidan praktik mandiri dan bidan di desa serta menetapkan dokter puskesmas terdekat untuk pelaksanaan tugas supervisi terhadap bidan di wilayah tersebut.

Pasal 22
Pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan wajib melaporkan bidan yang bekerja dan yang berhenti bekerja di fasilitas pelayanan kesehatannya pada tiap triwulan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan tembusan kepada organisasi profesi.
Pasal 23
(1)Dalam rangka pelaksanaan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21, Menteri, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah daerah kabupaten/kota dapat memberikan tindakan administratif kepada bidan yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan penyelenggaraan praktik dalam Peraturan ini.
(2)Tindakan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui:
a.teguran lisan;
b.teguran tertulis;
c.pencabutan SIKB/SIPB untuk sementara paling lama 1 (satu) tahun; atau
d.pencabutan SIKB/SIPB selamanya.

Pasal 24
(1)Pemerintah daerah kabupaten/kota dapat memberikan sanksi berupa rekomendasi pencabutan surat izin/STR kepada kepala dinas kesehatan provinsi/Majelis Tenaga Kesehatan Indonesia (MTKI) terhadap Bidan yang melakukan praktik tanpa memiliki SIPB atau kerja tanpa memiliki SIKB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) dan ayat (2).
(2)Pemerintah daerah kabupaten/kota dapat mengenakan sanksi teguran lisan, teguran tertulis sampai dengan pencabutan izin fasilitas pelayanan kesehatan sementara/tetap kepada pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan yang mempekerjakan bidan yang tidak mempunyai SIKB.

BAB VI
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 25
(1)Bidan yang telah mempunyai SIPB berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 900/Menkes/SK/VII/2002 tentang Registrasi dan Praktik Bidan dan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor HK.02.02/Menkes/149/I/2010 tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan dinyatakan telah memiliki SIPB berdasarkan Peraturan ini sampai dengan masa berlakunya berakhir.
(2)Bidan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memperbaharui SIPB apabila Surat Izin Bidan yang bersangkutan telah habis jangka waktunya, berdasarkan Peraturan ini.

Pasal 26
Apabila Majelis Tenaga Kesehatan Indonesia (MTKI) dan Majelis Tenaga Kesehatan Provinsi (MTKP) belum dibentuk dan/atau belum dapat melaksanakan tugasnya maka registrasi bidan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 900/Menkes/SK/VII/2002 tentang Registrasi dan Praktik Bidan.
Pasal 27
Bidan yang telah melaksanakan kerja di fasilitas pelayanan kesehatan sebelum ditetapkan Peraturan ini harus memiliki SIKB berdasarkan Peraturan ini paling selambat-lambatnya 1 (satu) tahun sejak Peraturan ini ditetapkan.
Pasal 28
Bidan yang berpendidikan di bawah Diploma III (D III) Kebidanan yang menjalankan praktik mandiri harus menyesuaikan dengan ketentuan Peraturan ini selambat-lambatnya 5 (lima) tahun sejak Peraturan ini ditetapkan.
BAB VII
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 29
Pada saat Peraturan ini mulai berlaku:
a.Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 900/Menkes/SK/VII/2002 tentang Registrasi dan Praktik Bidan sepanjang yang berkaitan dengan perizinan dan praktik bidan; dan
b.Peraturan Menteri Kesehatan Nomor HK.02.02/Menkes/149/I/2010 tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan;
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 30
Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 4 Oktober 2010
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA,

ENDANG RAHAYU SEDYANINGSIH
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 11 Oktober 2010
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,

PATRIALIS AKBAR


© LDj - 2010 • ke at

Rabu, 12 Desember 2012

58 langkah APN

ini adalah langkah - langkah dalam melakukan Asuhan Persalinan Normal


       I.             TANDA GEJALA KALA – II
1.    Do-ran
Tek-nus
Per-jol
Vul-ka

      II.             SIAP – SIAP
2.    Cek alat : oksi
   Spuit

SIAP DIRI
3.    Celemek
4.    Cuci
5.    Sarung
6.    Oksi

    III.             PASTIKAN Æ
7.    Bersih
8.    P.D
9.    Celup
10.  DJJ

    IV.             SIAP IBU & KELUARGA
11.  Ibu
12.  Bapak / keluarga

PIMPIN
13.  His (+) : pimpin
puji
His (-) : istirahat
              Minum
              DJJ

14.  Posisi yang nyaman : berdiri
          Jongkok
          Setengah duduk

     V.             SIAP TOLONG
15.  Handuk
16.  Bokong
17.  Buka
18.  Sarung

    VI.             TOLONG KEPALA
19.  Lindungi : perineum & tahan puncak kepala
20.  Cek lilitan
21.  Tunggu putaran paksi luar
BAHU
22.  Biparietal

BADAN
23.  Sangga
24.  Susur

  VII.             PENANGANAN BBL
25.  Nilai letak
26.  Kering
27.  Cek fundus
28.  Beritahu
29.  Suntik oksi
30.  Jepit
31.  Potong – ikat
32.  Kontak kulit
33.  Tutup

 VIII.             M.A.K.III
PTT
34.  Pindah klem
35.  Posisi
36.  Regangkan

PLASENTA
37.  Tarik
38.  Putar

MASASE
39.  15”

    IX.             PERDARAHAN
40.  Plasenta
41.  Robekan

     X.             PASCA TINDAKAN 17
42.  Kontraksi
43.  Biarkan bayi diatas perut ibu
44.  Timbang, tetes mata, vit k
45.  Imunisasi HB
EVALUASI
46.  Kontraksi
47.  Ajar
48.  Darah
49.  Nadi
50.  Nilai nafas & suhu bayi

BERSIH / AMAN
51.  Alat
52.  Buang
53.  Ibu
54.  Nyaman
55.  Dekontaminasi
56.  Celup
57.  Cuci
PARTO
58.  partograf

APN terbaru yang saya ikuti tahun ini, bedanya adalah pastikan dahulu bayi tunggal baru oksi, APN dulu setelah bayi lahir langsung jepit2 potong. 

alat yang ada di partus set yang perlu diperhatikan
handscoon 2, kassa 6, tali pusat 2,